Kali ini kita akan berbagi mengenai :

Sistem Keamanan Nasional Dalam Perspektif TNI dan POLRI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan manusia di abad ke-21 ini sangatlah cepat dan kompleks.Berbagai pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara besar telah mendorong beragam kemajuan pada negara-negara dunia ketiga.Perkembangan ini ternyata tidak saja didominasi oleh bidang tehnologi saja,melainkan juga diiringi oleh berbagai kemajuan disegala bidang kehidupan masyarakat global. Kemajuan-kemajuan tersebut diyakini akan selalu mengalami perkembangan kearah yang lebih modern dan akan melibatkan seluruh negara-negara didunia tanpa terkecuali. Kondisi yang dialami dunia secara global ini berdampak kepada pentingnya pelayanan negara kepada rakyatnya.Di Indonesia sendiri, tujuan negara tercantum jelas pada pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.Karenanya negara membuat sebuah sistem pemerintahan negara yang bertujuan untuk mewujudkan tujuan negara secara keseluruhan dan berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Negara Indonesia mengenal sistem trias Politica melalui implementasi pemisahan kekuasaan pemerintahan yang terdiri dari kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif ,dan kekuasaan yudikatif.Fungsi-fungsi kekuasaan inilah yang menjalankan roda negara agar dapat mewujudkan tujuan negara Indonesia.Hal yang paling mendasar adalah bagaimana cara negara memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan dari seluruh warga negara Indonesia.Karena sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar,peran negara dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan sangatlah mutlak diperlukan.

Sebelum runtuhnya rezim orde baru,Indonesia mengenal adanya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sebagai fungsi pertahanan negara (National Defence) yang mencangkup fungsi Kamdagri serta Kamtibmas. Dapat kita lihat pada UU No.2 tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bahwa komponen ABRI terdiri dari prajurit TNI AD,prajurit TNI AL,prajurit TNI AU dan prajurit Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 2 ayat 2). Situasi ini mendorong terjadi dwifungsi ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan kekuatan sosial politik, yang berujung pada terciptanya penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dalam segala bidang kehidupan negara oleh ABRI.Paradigma orde baru telah menjadi saksi sejarah bagaimana peran ABRI yang telah menjadi sebuah kekuatan tunggal yang memberikan efek negatif bagi kehidupan bernegara.

Pasca reformasi 1998,negara mulai menyadari betapa pentingnya memisahkan fungsi pertahan negara dengan fungsi kamtibmas dengan tanpa mengurangi arti Keamanan Nasional secara utuh.Tidak bisa dipungkiri bahwa peran dan tugas TNI dan Polri sangatlah berbeda dan memiliki koridor pemahaman sendiri-sendiri.TNI sebagai fungsi National Defence dan Polri sebagai pengemban tugas Internal Security harus dipisahkan agar dapat mewujudkan tujuan negara dalam memberikan perlindungan serta memajukan kesejahteraan umum.

B. Perumusan Masalah

Agar lebih dapat memahami mengenai pentingnya Keamanan Nasional bagi Negara Republik Indonesia,penulis mencoba untuk membuat beberapa perumusan masalah terkait hal tersebut,yaitu :

1. Bagaimana pengertian Keamanan Nasional dalam sudut pandang TNI dan Polri?

2. Bagaimana kedudukan TNI dan Polri saat ini?

II. LANDASAN TEORI
Berbicara tentang Keamanan Nasional tentu nya harus dilandasi mengenai konsep jelas dan aktual tentang Keamanan itu sendiri.Namun demikian, konsep mengenai Kemanan Nasional di Indonesia tidak bisa kita lepaskan dari terjadinya reformasi 1998 yang mengakibatkan terciptanya pemisahaan mengenai tugas dan wewenang TNI dan Polri.Hal ini perlu disadari mengingat kedua alat negara ini pada prinsipnya adalah pengemban fungsi “keamanan” baik secara internal maupun eksternal.Untuk itu,dalam menentukan konsep Keamanan Nasional itu sendiri, sangatlah tepat rasanya jika kita melihatnya melalui dasar hukum dari TNI dan Polri itu sendiri.



A. Ketetapan MPR RI Nomor VI dan VII Tahun 2000

Salah satu hasil dari reformasi yang dianggap sangat esensial keberadaanya adalah dikeluarkannya Ketetapan MPR RI No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan juga Ketetapan MPR RI No.VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tap MPR RI No.VI tahun 2000 menegaskan bahwa pemisahan antara TNI dan Polri adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari lagi oleh negara dan hal ini merupakan keinginan dari reformasi Indonesia yang diilhami dan dilakukan oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia.Hal ini dilakukan sebagai akibat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh kekuatan militer dalam pemerintahan orde baru serta situasi dan kondisi bangsa yang dirasa sangat cocok apabila dilakukannya pemisahan tersebut.Apa yang terjadi sebelum reformasi 1998,terutama mengenai dwifungsi ABRI,memberikan kenangan buruk bagi rakyat Indonesia tentang arti dari militeristik yang senantiasa diusung sebagai alat kekuasaan dan bukan sebagai alat negara.

Substansi pokok yang tercermin dalam Tap MPR RI No.VI dan No.VII tahun 2000 adalah sebagai berikut :

a) TNI sebagai alat negara yang berperan sebagai alat Pertahanan NKRI dan Polri sebagai alat negara yang berperan memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum, dan sebagai pelindung,pengayom dan pelayan masyarakat.

b) TNI yang membantu peran Polri dalam tugas Keamanan berdasarkan permintaan yang diatur oleh Undang-Undang dan Polri yang dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

c) Kedudukan TNI yang tunduk pada Peradilan Militer dan kedudukan Polri yang tunduk pada Peradilan Umum.

d) Peran TNI dan Polri yang tidak memiliki hak memilih dan dipilih.



B. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia


Sejarah terciptanya UU No.34/2004 tentang TNI ini memang sedikit kontroversial dibandingkan undang-undang tentang Polri.Hal ini dikarenakan undang-undang tentang TNI di sahkan empat tahun setelah Tap MPR No VI dan VII tahun 2000 dikeluarkan. Hal tersebut memperlihatkan terjadinya tarik menarik kepentingan antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif di negara Indonesia.Walaupun sampai dengan saat ini,undang-undang TNI masih menimbulkan banyak perdebatan,namun setidaknya makna dari Keamanan Nasional dapat dilihat dengan jelas pada bagian “Konsideren” dari undang-undang ini.

Dalam undang-undang ini ,pengertian dari Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer dan ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara. Bagian ini kemudian dipertegas lagi dalam pasal 5 mengenai peran TNI yaitu “TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara”. Peranan TNI ini kemudian dijabarkan melaui fungsi TNI sebagai alat pertahanan dimana TNI mengemban tugas untuk memulihkan kondisi Keamanan Negara yang terganggu akibat dari terjadinya kekacauan keamanan.Hal ini sekaligus menyangkut keamanan wilayah NKRI secara fisik yang terganggu akibat adanya gangguan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, dan bencana alam.

C. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Keamanan dalam negeri merupakan bentuk merupakan perwujudan internal security dari sebuah negara terhadap rakyatanya.Dalam bagian konsideren UU No.2/2002 dikatakan bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri dilakukan melalui penyelenggaraan fungsi Kepolisian. Bagian ini kemudian dijabarkan melalui pengertian kamdagri,yakni suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegakknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan,pengayoman,dan pelayanan kepada masyarakat (pasal 1 ayat 6). Perwujudan kamdagri tersebut selaras dengan fungsi Polri pada pasal 2 UU No 2/2002 ini.

Kemudian pada pasal 13 dinyatakan mengenai tugas pokok Polri salah satu nya adalah memelihara kamtibmas.Pengertian kemanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) itu sendiri merujuk pada legal spirit undang-undang ini,diartikan sebagai suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan Nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,ketertiban,dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman.Gangguan keamanan dalam pengertian undang-undang ini merujuk kepada segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang meresahkan masyarakat.

III. PEMBAHASAN


Dengan landasan pemikiran berupa undang-undang yang dituliskan pada bab sebelumnya,penulis mencoba melakukan pembahasan mengenai permasalahan tentang konsep Keamanan Nasional yang dilihat dari sudut pandang TNI dan Polri serta mengenai perlu atau tidak nya dibentuk sebuah undang-undang tersendiri mengenai Keamanan Nasional.

A. Konsep Keamanan Nasional

Sampai saat ini,Indonesia memang belum memiliki dasar hukum yang membahas mengenai pengertian Keamanan Nasional secara jelas.Dalam UU No 34/2004 maupun UU No 2/2002 tidak ada pendefinisian mengenai Keamanan Nasional secara pasti,yang ada hanyalah penjelasan mengenai peran,tugas, dan fungsi dari TNI dan Polri,yang secara gamblang memberikan perbedaan antara lembaga TNI dengan lembaga Polri.Hal ini memang sangat disayangkan beberapa kalangan pengamat,karena kedua lembaga ini baik TNI maupun Polri adalah alat negara yang sama-sama berkecimpung dalam ranah “Keamanan Nasional” itu sendiri.Namun setidaknya,apabila kita mencoba untuk mengupas dasar hukum tersebut,sesungguhnya terdapat hal yang secara prinsipil membedakan antara pengertian Kemanan yang dilihat dari sudut pandang TNI dan Polri.

Seperti halnya yang kita ketahui bersama,Indonesia mengenal 3 bentuk kekuasaan dalam negara,yakni kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif, dan kekuasaan Yudikatif.Dimana hal ini dibutuhkan agar tidak terjadi konsentrasi kekuasaan pada lembaga-lembaga pemerintahan yang ada.Kekuasaan Eksekutif merupakan rule application function yang dijalankan oleh Presiden termasuk alat-alat negara yang berada dibawah Presiden langsung seperti Departemen Kementrian dan Polri itu sendiri. Dan hal yang perlu diingat adalah pasal 10 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD,AL dan AU. Sehingga dapat kita katakana bahwa baik TNI maupun Polri dalam sistem ketatanegaraan dapat dimasukkan kedalam fungsi Eksekutif.

Guna mewujudkan tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,diperlukan sebuah tugas Pertahanan yang dijalankan dengan kekuatan Militer Professional sehingga penyelenggaraan National Defence dapat berjalan dengan baik.Tugas Pertahanan disini harus diartikan sebagai “Keamanan” dalam pemahaman strategic definition. Keamanan disini diletakkan sebagai nilai abstrak ,terfokus pada mempertahankan indepedensi dan kedaulatan negara.Dimensi yang digunakan memang harus dimensi Militeristik mengingat ancaman yang datang adalah berupa gangguan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, dan bencana alam. Maka sangatlah tepat ketika kita mendefinisikan “keamanan” dalam pengertian ini sebagai bagian dari tugas,fungsi dan peranan TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan guna mewujudkan tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Sedangkan untuk memajukan kesejahteraan umum negara membutuhkan peng-aplikasian dari makna “Keamanan” dalam dimensi non-stragtegis ekonomi (economic non-strategic), artinya pendefinisian keamanan terfokus pada penjagaan sumber-sumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi negara.Pada bagian ini,negara memerlukan sebuah wujud pelayanan terhadap rakyatnya melalui penegakkan hukum dan segala peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur,mengikat, dan memberikan sanksi kepada warga nya yang melakukan pelanggaran maupun tindak kejahatan.Maka tidaklah salah,apabila kita mendefinisikan pengertian “keamanan” sebagai bentuk pelayanan publik yang diemban oleh fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia guna mewujudkan Kesejahteraan Umum rakyat Indonesia.Hal tersebut dijalankan melalui penegakkan semua peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,dimana lembaga Kepolisian bersama-sama dengan lembaga hukum yang lain bergabung dalam wadah Criminal Justice System (CJS).

B. Perlukah pengertian Keamanan Nasional itu di Undangkan?
Pada tahun 2007, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan pada Departemen Pertahanan,telah menyusun draft rancangan Undang-undang Keamanan Nasional. Alasan utama nya disusunnya RUU Kamnas ini adalah guna menselaraskan 3 buah Undang-undang yang terkait dengan Keamanan,yaitu UU No.2/2002 tentang Polri, UU No.3/2004 tentang Pertahanan, dan UU No.34/2004 tentang TNI,yang dinilai sebagian kalangan telah banyak menimbulkan pengertian yang multitafsir terutama mengenai masalah Keamanan Nasional (Juwono Sudarsono,Kompas 14 Maret 2008). Lebih lanjut dikatakan lagi bahwa diperlukan suatu Undang-undang yang dapat menjadikan wadah bagi ketiga undang-undang diatas untuk dapat bersinergi dengan baik.Akan tetapi dilain pihak,banyak juga kalangan yang menilai bahwa perumusan RUU-Kamnas ini hanya sebuah “titipan kepentingan” yang banyak dipicu karena adanya perbedaan kewenangan antara TNI dan Polri.

Pengertian mengenai Keamanan Nasional (National Security) dan Keamanan Dalam Negeri (Internal Security) serta Pertahanan (Defence) memang memerlukan pemahaman yang konseptualistik dan holistic,sehingga dapat dilakukan pemilahan mengenai parameter peng-aplikasian fungsi Keamanan Negara.Kemanan Nasional bukan melulu berbicara mengenai Pertahanan maupun Kamdagri semata,sehingga arti Kemanan Nasional bukan saja bagian dari militeristik ataupun sebagai wujud Public Order saja.Jika dilihat secara komprehensif,terlihat ada perbedaan mendasar pada tugas,peran,dan fungsi TNI jika diperbandingkan dengan Polri,kedua lembaga tersebut berada pada ranah pengertian “Keamanan” yang berbeda antara satu dengan yang lain.Hal ini tidak dapat dipersamakan apapun ceritanya. Yang diperlukan saat ini adalah bagaimana mengatur hubungan antara TNI dan Polri sehingga grey area yang tercipta dapat berjalan dengan selaras,serasi dan seimbang. Pengertian Internal Security dan Defence pada ranah Ketatanegaraan,tidak bisa disatukan dalam wadah Keamanan Nasional.

  

[ Sumber : Jurnal Studi Kepolisian;93.Edisi Maret 2010 ]

Undang-undang yang ada pada saat ini,baik undang-undang tentang TNI, Polri, maupun UU Pertahanan memang tidak satu pun yang secara langsung membahas mengenai arti “Kemanan Nasional”. Walaupun terdapat beberapa ketumpang-tindihan (grey area) ,namun sesungguhnya tidak sedikit pun mengurangi arti dari tugas dan peran baik itu TNI maupun Polri. Pada pembahasan UU No.2/2002 dan UU No.34/2004,dapat dilihat secara jelas mengenai tugas,fungsi, dan peran dari TNI maupun Polri.Dan disana juga terlihat ada dimensi yang berbeda namun saling terkait antara tugas dan peran dari TNI dan Polri,sehingga yang sesungguhnya diperlukan adalah bentuk kerjasama dan koordinasi sehingga tugas-tugas TNI dan Polri dapat dilaksanakan dengan baik dalam bingkai kebersamaan.




IV. KESIMPULAN

Dari berbagai penjelasan dan pembahasan mengenai konsep Keamanan Nasional di negara kita,penulis berusaha merumuskan kesimpulan mengenai wujud penjabaran Keamanan Nasional dari sudut pandang kewenangan TNI dan kewenangan Polri sebagai lembaga negara yang terkait dengan permasalahan Keamanan dan juga perlu atau tidak nya dilakukan penyeragaman arti Keamanan Nasional bagi TNI dan Polri. Kesimpulan tersebut adalah :

A. Konsep Keamanan Nasional dalam bingkai Kenegaraan memiliki dua dimensi pengertian,yakni secara Strategic Definition dan Economic non-strategic. Strategic Definition bernilai abstrak terfokus pada mempertahankan indepedensi dan kedaulatan negara secara utuh yang dilaksanakan oleh Militer. Sedangkan Economic non-strategic terfokus pada penjagaan sumber-sumber ekonomi dan aspek non-militer dari fungsi negara serta di aplikasikan dalam wujud pelayanan publik, penjaga Kamtibmas ,penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan lainnya yang dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

B. Kedua konsep ini di tumpahkan dalam bentuk Undang-undang, yakni UU No 2/2002 tentang Polri dan UU No 34/2004 tentang TNI. Keinginan untuk menyatukan konsep Keamanan Nasional dalam peran TNI dan Polri adalah tidak mutlak untuk diwujudkan (RUU Kamnas), karena memang kedua peran tersebut sangatlah berbeda atau tidak sama.Penyatuan konsep tersebut adalah hal yang dipaksakan dan dapat mengganggu indepedensi kedua alat negara tersebut.Hal yang paling utama untuk dilakukan adalah penyelarasan dalam wujud kerjasama dan koordinasi antara TNI dan Polri dalam menjalankan Keamanan Nasional secara selaras,serasi, dan seimbang sehingga grey area (tumpang-tindih) yang selama ini diributkan oleh beberapa kalangan tidak terjadi,karena memang tanpa penyatuan konsep itu pun seharusnya pelaksanaan UU No 2/2002 dan UU No 34/2004 dapat dijalankan secara bersama-sama tanpa adanya ego kelembagaan.


DAFTAR ISI

1. Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Undang-undang No 3 tahun 200 tentang Pertahanan.

3. Undang-unang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

4. Djamin,Awaloedin,”Manajemen Operasional Polri”,2009.

5. Poerba,Zakarias.”Demokrasi dan Radikalisme”,dalam Jurnal Studi Kepolisian edisi Maret 2010.

6. Kamneg vs Kamnas,April 2006.Pro Patria Institute.

7. Sukma,Rizal,2002.Konsep Keamanan Nasional.

8. Efektifitas Strategi Organisasi Masyarakat Sipil,1998-2006.IDSPS.

9. Keamanan Nasional,2008.IDSPS.

10. Hendropriyono,Diaz,2008.”Realita Penundaan RUU Kamnas” dalam www.detik.com .

11. Maarif,Zaenal,2009.Catatan Untuk Pembahasan Ulang RUU Kamnas dalam www.detik.com .

(FERLI HIDAYAT)

Pembangunan Busway dalam Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Jakarta dan Peranan Polri di Dalamnya


I. PENDAHULUAN

Kemacetan kota Jakarta saat ini menjadi keluhan hampir seluruh penduduk kota Jakarta. Sebagai gambaran, seorang warga Pamulang, Tangerang Selatan harus berangkat meninggalkan rumah sebelum pukul 06.00 WIB agar dapat tiba di kantornya di Jalan Jendral Sudirman Jakarta Pusat sebelum pukul 08.00 WIB. Jika dia berangkat sesudah pukul 06.20 WIB saja, maka perlu waktu selama 3 (tiga) jam untuk menempuh perjalanan sejauh 27 Km ke kantornya tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah pertumbuhan kendaraan tidak sesuai dengan jumlah pertumbuhan ruas jalan di Jakarta. Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta 2008 menunjukkan, pertambahan jumlah sepeda motor sekitar 1.500 unit per hari dan jumlah mobil bertambah 250 unit per hari.Sedangkan total panjang jalan di DKI Jakarta mencapai 5.621,5 kilometer dan hanya bertambah 0,01 persen per tahun.

Menurut Andrinof Chaniago, seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia kemacetan lalu lintas di Jakarta menyebabkan kerugian Rp. 43 trilliun per tahun. Kerugian ini bersumber pada berbagai belanja tambahan yang harus dilakukan oleh masyarakat karena kemacetan lalu lintas, diantaranya adalah belanja onderdil yang meningkat, pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM), serta timbulnya penyakit fisik dan psikis seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) ataupun depresi.

Untuk mengatasi masalah kemacetan di Kota Jakarta tersebut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan Kebijakan Transpotasi umum berupa Busway yang mulai beroperasi sejak 15 Januari tahun 2004. Kebijakan pembangunan Busway ini diharapkan dapat membantu mengurangi tingkat kemacetan di kota Jakarta. Kendaraan umum busway ini didesain senyaman mungkin, sehingga diharapkan dapat menarik minat para pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke transporatasi umum busway, sehingga jumlah kendaraan pribadi di jalanan Jakarta dapat berkurang. Sampai saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun 15 koridor busway yang siap beroperasi.

Pada pelaksanaannya, sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat, maka kelancaran program Busway ini tidak dapat hanya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, harus ada sinergi dengan Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pelayanan kepada masyarakat.Dalam hal ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan Lalu lintas antara lain dalam bentuk registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen rekayasa lalu lintas, serta pendidikan lalu lintas.

II. PERMASALAHAN

Setelah kurang lebih 7 tahun pengoperasian busway di Jakarta, pada perkembangannya justru banyak menimbulkan efek negatif bagi para pengguna jalan raya di Jakarta. Kita ambil contoh saja semenjak dioperasikannya jalur khusus bus transjakarta koridor IX atau sebut saja busway IX jurusan Pinang Ranti (Jakarta Timur)-Pluit (Jakarta Utara), kemacetan lalu lintas di Jalan Gatot Subroto-S Parman, khususnya ruas Semanggi-Slipi-Tomang justru menjadi sungguh luar biasa. Jam-jam kemacetan justru bertambah parah. Kalau biasanya kemacetan terjadi hanya pada saat jam-jam puncak yaitu pagi dan sore, sekarang malah terjadi sepanjang hari.Berkembangnya penilaian masyarakat tentang kemacetan yang ditimbulkan oleh busway mengakibatkan semakin berkembang pula opini bahwa kebijakan Busway adalah kebijakan yang gagal. Apalagi ditambah banyaknya juga korban berjatuhan akibat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Busway di Jakarta.

Dalam catatan Traffic Management Centre Polda Metro Jaya, kecelakaan lalu lintas yang melibatkan busway adalah sebagai berikut : pada tahun 2004 terjadi 5 kecelakaan, tidak terdapat korban, tapi kerugian materi mencapai Rp. 5.500.000. Tahun 2005 terdapat 13 Kecelakaan, 8 korban dan kerugian materi Rp. 39.000.000. Tahun 2006 terdapat 31 kecelakaan dengan 28 korban dan kerugian materi Rp34.400.000. Sedangkan tahun 2007 terjadi 66 kecelakaan dengan 72 korban dan kerugian materi Rp. 94.400.000. Dari data tersebut, dapat disimpulkan dari tahun 2004-2005 terjadi kenaikan sebesar 160% kecelakaan, dari tahun 2005-2006 kenaikan sebesar 138 %, tahun 2006-2007 peningkatan sebesar 35 %. Jika dibandingkan dari tahun 2004 -November 2007 terjadi peningkatan sebesar 1.220%.

Dari data tersebut diatas, terlihat jelas bahwa terdapat suatu permasalahan besar dalam penerapan kebijakan publik ini. Busway yang awalnya diusung dan diharapkan memecahkan salah kemacetan di Jakarta yang sudah sangat meprihatinkan, justru berbalik menjadi salah satu faktor pemicu kemacetan tersebut, ditambah lagi malah menambah masalah dengan semakin banyaknya korban yang berjatuhan akibat kecelakaan yang melibatkan Busway.

Permasalahan kecelakan lalu lintas tersebut sebenarnya juga bersumber pada sulitnya menjaga agar jalur busway tetap steril dari kendaraan lain non busway. Pada awal Januari 2011 saja, tercatat 2.278 pengendara ‘nakal’ ditilang karena menggunakan jalur busway.

III. PEMBAHASAN

Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh pemerintah/negara kepada seluruh anggota masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan publik. Kebijakan ini muncul akibat adanya kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan-ketidakpuasan manusia yang tidak dapat diatasi secara pribadi (privat), sehingga harus ditangani secara sistematis, struktural, dan serius oleh pemerintah bersama dengan masyarakat.

Proses munculnya kebijakan pembangunan Busway sebagai salah satu upaya mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta diawali dengan besarnya tekanan publik kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat kemacetan di jalan-jalan Kota Jakarta. Kemudian tekanan publik ini diterima oleh pemerintah dan dikonversi menjadi sebuah kebijakan yang kembali mengatur publik dengan harapan kemacetan lalu lintas dapat teratasi.

Seiring dengan berjalannya waktu, kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut seharusnya sudah mampu mengatasi persoalan kemacetan di Jakarta. Tetapi pada kenyataannya, justru timbul permasalahan-permasalahan baru semenjak diterapkannya kebijakan itu.

Menurut Smith (1973) dalam model prosesnya, pembentukan kebijakan yang ideal dapat berhasil diterapkan jika didukung oleh 3(tiga) faktor utama, yaitu organisasi yang menerapkannya (implementing organization), kelompok yang menjadi target kebijakan tersebut (target group), serta faktor-faktor lingkungan (environmental factors) nya. Salah satu saja dari faktor tersebut tidak memenuhi, maka tidak akan tercapai suatu kebijakan ideal yang dapat terlaksana.

Dari apa yang disampaikan oleh Smith (1973) mengenai model proses pembentukan kebijakan publik, maka dalam kaitannya dengan penerapan Busway sebagai salah satu kebijakan publik Pemprov DKI Jakarta dapat kita urai satu persatu.

Yang pertama kali kita harus perhatikan adalah, apakah organisasi yang bertugas untuk menerapkan kebijakan penggunaan busway sudah siap untuk melakukan tugasnya dengan baik? Dalam hal ini, organisasi tersebut adalah Badan Layanan Umum Transjakarta dan POLRI. Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola layanan angkutan umum massal dengan menggunakan moda bus. Dalam perkembangannya, ternyata sampai saat ini pelayanan BLU Transjakarta justru semakin memburuk, terutama headway yang semakin tidak menentu. Layanan Transjakarta menjadi tidak dapat diandalkan oleh masyarakat umum karena tidak tetapnya waktu keberangkatan bus, sehingga sering terjadi keterlambatan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa BLU Transjakarta belum siap dalam menerapkan kebijakan Busway di Jakarta.

Di sisi lain, untuk menjaga kesterilan jalur busway dari kendaraan non Busway, POLRI mengklaim telahmenerjunkan 2.500 personel untuk mengamankan semua koridor jalur Busway dari para pengendara kendaraan bermotor yang nekad menerobos masuk ke dalam jalur Busway. Walaupun hasilnya masih saja banyak kendaraan lain selain busway yang nekat menerobos masuk ke dalam jalur busway.

Faktor selanjutnya yang menentukan keberhasilan kebijakan Busway ini adalah kesiapan masyarakat sebagai kelompok sasaran (target group) diluncurkannya kebijakan ini. Sebenarnya banyak sekali faktor yang dapat mendorong masyarakat jakarta untuk beralih dari kendaraan pribadi ke Busway, diantaranya harga BBM yang terus melinjak dan kemacetan kota Jakarta yang semakin parah. Hal ini terlihat dari data YLKI bahwa diketahui hingga 2008, jumlah pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke busway mencapai 21 persen dari 5,7 juta pengguna kendaraan pribadi di DKI Jakarta. Artinya, selama fasilitas yang disiapkan pemerintah untuk pelayanan Busway terpenuhi, maka masyarakat akan besar kecenderungannya untuk meninggalkan penggunaan kendaraan pribadi dan beralih ke Busway untuk keperluan transportasi sehari-harinya.

Faktor selanjutnya yang harus kita bahas adalah kesiapan sarana dan prasarana (environmental factors) busway bagi masyarakat Jakarta. Salah satu hal yang paling dikeluhkan oleh pengguna busway selama ini adalah masalah waktu tunggu bus yang lebih dari lima menit. Hal ini diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Hasil survei mereke menyatakan bahwa sebanyak 41,4 persen responden mengeluhkan waktu tunggu di halte sebagai pengalaman negatif saat menggunakan Bus Transjakarta.

Sebanyak 26,92 responden juga mengeluhkan angkutan massal ini sering over kapasitas. Mereka juga menganggap kondisi ini membuat kejahatan di Bus Transjakarta meningkat. Dengan hasil ini, menurut YLKI hal yang mendasar agar kualitas pelayanan Bus Transjakarta maka yang perlu ditingkatkan pada aspek infrastruktur, SDM dan proses bisnis.

Sementara dari pihak Badan Layanan Umum (BLU) mengungkapkan bahwa antrean calon penumpang di halte dan berjubelnya penumpang di dalam bus Transjakarta bukan karena kurangnya armada, melainkan karena adanya antrean bus saat mengisi gas dan belum sterilnya busway dari angkutan non Transjakarta. Antrean bus saat mengisi gas menggambarkan kurang siapnya sarana dan prasarana bus, sedangkan tidak sterilnya jalur busway dari angkutan non-transjakarta menggambarkan kesadaran masyarakat yang kurang dan juga penegakkan hukum oleh kepolisian masih belum dapat menertibkannya.

IV. KESIMPULAN
Dari analisa yang dilakukan oleh penulis berdasarkan 3 (tiga) faktor yang dapat mewujudkan kebijakan yang ideal, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Faktor organisasi yang menerapkan (implementing organization) kebijakan busway yaitu BLU dan Polri masih belum siap.

2. Faktor kelompok yang menjadi target (target group) sudah siap dan sangat berharap dengan pelayanan yang baik dalam menggunakan busway.

3. Faktor sarana dan prasarana (environment factors) juga masih belum memadai.

Sehingga jika kita masukkan ke dalam teori model proses Smith, maka dengan kondisi seperti ini tidak akan terwujud kebijakan publik yang ideal.

V. SARAN

Ada beberapa saran yang dapat penulis ajukan beradasarkan analisa yang telah dibuat sebelumnya untuk membantu memperbaiki kebijakan penerapan busway ini supaya dapat menjadi sebuah kebijakan publik yang ideal, antara lain:

1. Tambah jumlah armada busway.

2. Perbanyak SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) khusus untuk busway.

3. Lakukan sterilisasi jalur busway oleh Polri secara konsisten.

4. Lakukan perawatan dan perbaikan sarana dan prasarana pendukung Busway secara rutin.

Semoga dengan adanya beberapa saran dari penulis dapat membantu menyelesaikan masalah busway ini.

(M. SANDHI SATYATAMA)

Sulit Belajar? Biasa aja kaliii....

 Sebagai seorang mahasiswa, atau orang yang sedang bergelut menuntut ilmu, tentunya tidak lepas dari namanya belajar. Belajar sendiri sebenarnya tidak lah hanya saat kita menjadi siswa/mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Setiap detik, setiap hari, setiap saat, dan dalam situasi apapun, kita juga belajar. Namun imaje belajar memang lebih kental melekat kepada para mahasiswa yang sedang menuntut ilmu atau menjalani studi. Belajar merupakan kewajiban bagi seorang mahasiswa.
Namun kemampuan belajar tidak dapat di samaratakan pada setiap orang. Berbeda orangnya, beda juga cara dan teknik belajarnya. Ada yang harus sambil mondar-mandir, ada yang sambil jongkok di t****t, atau sambil nangkring di atas(bisa pohon, meja, atau lebih ekstrim lagi lemari), atau bahkan sambil makan biar masuk(yang masuk makanannya maksudnya). Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam menjalani studinya. Ada yang lancar-lancar saja seperti jalan tol (meski terkadang jalan tol macet juga), dalam berbagi waktu untuk belajar, ada pula yang mengalami hambatan seperti jalan-jalan yang ada di Jakarta yang selalu di hiasi dengan kemacetan. Belajar memang memerlukan niat dan trik tertentu agar mendapatkan hasil yang di harapkan. Bagi orang yang memiliki intelejensia lebih dari rata-rata (seperti einstein), mungkin tidak lah memiliki kesulitan dalam belajar(sambil tidur tetap pinter juga), namun bagaimana dengan yang kurang memiliki semangat dalam belajar atau banyaknya hambatan yang menghalangi belajar? Permasalahannya biasanya bisa karena memang susah berkonsentrasi atau karena kurang mampu menyiasati waktu belajar di antara segudang kesibukan.

Berikut ini beberapa tips yang mungkin dapat diterapkan/ diaplikasikan untuk membantu kita menyiasati problem belajar yang di hadapi:
  1. Pilih tempat yang tenang (seperti kamar, pojokan gudang, atau bahkan di kuburan/kalau berani, hehehe..) agar Anda dapat belajar dengan rileks.
  2. Pilih satu waktu khusus untuk belajar setiap hari. Bisa malam hari sebelum tidur(sampai bukunya di bawa tidur/buat bantal alias ketiduran), atau pagi hari saat bangun tidur(yang jelas bangunnya jangan kesiangan). Kemudian waktu belajar tersebut jangan berubah-ubah!
  3. Jauhi kebisingan dan gangguan yang membuat kamu sulit untuk belajar, (misalnya jangan belajar sambil nonton konser Ayu Ting-Ting, apalagi belajarnya di sebelah speakernya(ga banget deh...hehehe...)
  4. Mintalah bantuan/dukungan kepada keluarga dan teman saat kamu sedang belajar, (misalnya dengan sungkem dulu mohon doa restu ibu sama bapak kamu, atau minta teman/keluarga untuk dukung melalui sms dengan ketik Reg(spasi)belajar, kirim ke 3XX9, hehehe...(hahaha, ga gitu juga kali...)
  5. Belajarlah untuk berkata “Tidak” pada hal-hal yang kiranya mengganggu, seperti telepon, teman, pekerjaan rumah, atau televisi (kecuali penting misalnya telepon dari gebetan, atau ada siaran pertandingan bola Liga Inggris, hihihi, just kidding, ga boleh begitu ya...)
  6. Pasang benda yang bertuliskan “DO NOT DISTURB” atau “AWAS, KESENGGOL, SIKAT”, atau bisa juga “PLISS DEH, MOHON TENANG, SEDANG ADA YANG BELAJAR”, pada gagang/depan pintu kamar, ketika Anda sedang belajar, hal ini untuk memberitahukan orang-orang yang berada di luar kamar kamu, supaya mereka tahu jika kamu sedang belajar.(hahaha, sewajarnya aja kali...)
  7. Luangkan waktu yang cukup untuk Anda beristirahat (tapi jangan bablas terus ya, kalau bablas terus kapan belajarnya...)
  8. Blok waktu Anda selama 50menit untuk belajar (kalau bisa lebih, jangan malah kurang, OK?)
  9. Kelola waktu pada siang hari Anda untuk belajar sedapat mungkin(memang agak susah sih, tapi bisa di coba kok...yang penting niatnya)
  10. 1Bebaskan pikiran Anda dari semua ingatan yang kiranya bisa mengganggu belajar Anda(tapi jangan di lupakan semuanya, terutama nama kamu sendiri, nama bapak/ibu kamu, nama istri/pacar/gebetan kamu, apalagi alamat rumah kamu....hihihi)
  11. Berikan waktu luang sejenak untuk beristirahat (jangan bablas juga....hehehe...)

Jika saran tersebut masih belum bisa mempermudah Anda dalam belajar, maka cobalah untuk memikirkan strategi lain. Misalnya, belajar kelompok bersama teman-teman (atau mencari jaringan per-joki-an, hahaha, becanda bro... yang pasti niatkan dulu untuk belajar, dan tumbuhkan semangat dalam diri). Setelah itu, cobalah pilih mana yang lebih memudahkan kamu untuk berkonsentrasi dalam belajar, sendiri atau berkelompok. 

Tetap semangat, Sukses ya !
(di rangkum dari berbagai sumber dan masukan)

(SETIADI)

Apa Beda Penyidikan Dengan Penyelidikan?

Pertanyaan ini sering muncul apabila anda mendengar suara reporter berita di TV mengatakan bahwa "kasus masih dalam proses penyidikan..". Mungkin anda berpikir bahwa penyidikan dan penyelidikan adalah sama... Tentu tidak, berikut saya jelaskan langsung dengan contoh kasus agar mudah dipahami.

Mohon disimak contoh kasus berikut:

1. Ada laporan masyarakat kepada Polsek X, pukul 23:00, mengatakan di rumah A ada suara jeritan seorang wanita.

2. Petugas itu kemudian mendatangi rumah yang dimaksud, dan menemukan mayat wanita yang bersimbah darah tergeletak di atas kasurnya.

3. Kemudian petugas tersebut mengamankan TKP(Tempat Kejadian Perkara) lalu memanggil Polisi Fungsi Reserse untuk menangani ini.


4. Datanglah anggota reserse ke TKP,
- Mengambil gambar mayat
- Mengambil pisau yang tergeletak di sampingnya
- Mengambil rokok yang ada di asbak ruang tamu untuk dianalisa
- Mengambil gambar TKP dari 3 jarak

5. Selesai memproses TKP, petugas serse melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi, mencari barang bukti baru, mencari keterangan dari saksi ahli bila diperlukan, sampai melakukan pemeriksaan terhadap TSK(Tersangka). Semua proses dituangkan dalam produk tulisan yang dinamakan Berita Acara Pemeriksaan.

6. BAP selesai, kemudian diserahkan kepada Kejaksaan. Jaksa penuntut akan memeriksa BAP hasil buatan Polisi, lalu menentukan apakah sudah lengkap, atau belum syarat-syarat formil yang dibutuhkan untuk melakukan proses persidangan. Apabila ada yang kurang, BAP akan dikembalikan kepada Polisi untuk dilengkapi. Namun apabila sudah lengkap, tugas Polisi selesai di sini. TSK dan semua barang bukti diserahkan kepada Kejaksaan.

Selesai dahulu sampai sana, saya tidak akan melanjutkan sampai proses sidang.

Dari kasus di atas, akan saya bagi 2 bagian penting, yaitu:

1. PENYELIDIKAN, bagian yang menunjukkan proses penyelidikan adalah nomor 2. Jadi penyelidikan adalah tindakan kepolisian dalam menentukan ada tidaknya unsur pidana dari suatu kejadian. Mengapa dibutuhkan penyelidikan? Karena tidak semua kejadian yang dilaporkan mengandung unsur pidana, sebagai contoh 'kebakaran', beda dengan 'pembakaran'. Apabila diselidiki tidak ditemukan tanda-tanda kesengajaan, didukung saksi mengatakan bahwa kelalaian korban sendiri, maka proses tidak akan berlanjut ke tahap Penyidikan. Contoh di atas sangat jelas suatu tindak pidana.



Nomor 3 adalah TPTKP (Tindakan Pertama pada Tempat Kejadian Perkara), tujuannya membuat TKP berstatus quo, artinya tidak ada yang berubah sejak pertama kali ditemukan oleh Polisi. Apabila anda berada terlalu dekat dengan mayat, atau barang bukti, anda bisa dipandang sebagai TSK yang mencoba menghilangkan barang bukti. Jadi saya himbau apabila terjadi suatu kejadi seperti ini, mohon jangan terlalu dekat dengan TKP.


2. PENYIDIKAN, bagian yang menunjukkan proses penyidikan adalah nomor 4 sampai 6. Penyidikan adalah kegiatan Polisi dalam membuat terang suatu kasus yang terjadi dengan mengumpulkan alat bukti yang sah, baik berupa barang bukti, keterangan saksi, keterangan saksi ahli, surat, dsb.
Dapat diibaratkan apabila terjadi suatu kasus, Polisi diberikan mainan 'puzzle' (permainan menyusun kepingan2 kecil menjadi suatu gambar). Namun sulitnya, Polisi diberikan 'mainan' tersebut dalam ruangan yang gelap. Dengan berusaha menyidari ruangan, setiap 'kepingan2 puzzle' akan disusun, sampai akhirnya petugas mendapat gambaran persis 'gambar puzzle' yang diterimanya, dalam hal ini Polisi berusaha mendapatkan gambaran kejadian mulai dari awal, sampai akhir, siapa saja yang terlibat, siapa korban, dan sampai titik terakhir, siapa TERSANGKA'nya.



Demikian penjelasan singkat dari saya, jadi apabila lain waktu anda mendengar kata penyidikan, dan penyelidikan, anda akan paham sampai dimana Polisi bertindak...

Semoga bermanfaat.

(I GEDE NYOMAN BRATASENA)

Cari materi mengenai...